Tak Cuma Terkesan Menentang Jokowi, Gaya Politik Ini yang Bikin Anies Terjebak

Fenomena Gubernur Anies Baswedan cukup menarik. Apapun yang ia lakukan selalu menarik perhatian dan seolah pertarungan politik pada pilkada DKI Jakarta 2017 masih berlanjut. Atau, terjebak pada pertarungan dini untuk menghadapi pilkada atau pilpres 2024.
Justru karena adanya muatan kepentingan politik baik kelompok yang pro maupun kontra Anies tersebut, Gubernur DKI semestinya bermain aman. Sebagai doktor politik Anies sebetulnya bisa menghitung lebih cermat.
Bertarung sejak sekarang justru akan merugikan, menghabiskan energi, bahkan terjebak blunder yang tidak perlu. Apalagi jadwal pilkada DKI belum pasti. Keinginan dari berbagai kalangan agar pilkada di sejumlah daerah digelar pada 2022, termasuk DKI, masih menunggu putusan Mahkamah Konstitusi. Kalau MK menolak uji materi, pilkada DKI tetap dilakukan serentak pada 2024.
Bertarung sejak sekarang justru akan merugikan, menghabiskan energi, bahkan terjebak blunder yang tidak perlu. Apalagi jadwal pilkada DKI belum pasti. Keinginan dari berbagai kalangan agar pilkada di sejumlah daerah digelar pada 2022, termasuk DKI, masih menunggu putusan Mahkamah Konstitusi. Kalau MK menolak uji materi, pilkada DKI tetap dilakukan serentak pada 2024.
Kenapa bertarung sejak sekarang malah mubazir? Mengapa pula melawan kebijakan Jokowi justru blunder. Berikut ini analisis atau otak-atiknya.
1.Memancing pertarungan diniGubernur Anies sebetulnya sudah cukup hati-hati. Hanya, terkadang masih terpancing situasi atau polemik publik sehingga bikin blunder. Terang-terangan memperlihatkan kurang sreg terhadap kebijakan pusat soal banjir, misalnya, bukan sikap politik yang keren. Hal ini malah bagaikan mengibarkan bendera perang. Apalagi, Anies belum bisa menunjukkan kinerja yang hebat di DKI.
Cara Jokowi kala menjadi Gubernur DKI Jakarta tidak bisa dijiplak karena situasinya beda. Saat itu, walaupun Jokowi-Ahok menang tipis atas Fuazi Bowo-Nachrowi, popularitas Jokowi sedang menanjak. Ia agak berani dan kritis terhadap pemerintah Susilo Bambang Yudhoyono saat itu. Selain itu, Jokowi-Ahok langsung ngebut, memperlihatkan kinerja maksimal dalam setahun pertama untuk merebut hati masyarakat Ibu Kota.
2.Berkutat pada program buat pendukung
Boleh dibilang, Gubernur Anies terlalu berkutat program buat pendukungnya. Sebagian besar janji itu memang harus dipenuhi. Pendukung sendiri jangan sampai kecewa. Kalau bisa, janji-janji kepada mereka mesti dipenuhi secara cepat. Hanya, yang juga tak kalah penting, bagaimana merangkul sebagian besar masyarakat DKI lewat kinerja yang bagus.
Boleh dibilang, Gubernur Anies terlalu berkutat program buat pendukungnya. Sebagian besar janji itu memang harus dipenuhi. Pendukung sendiri jangan sampai kecewa. Kalau bisa, janji-janji kepada mereka mesti dipenuhi secara cepat. Hanya, yang juga tak kalah penting, bagaimana merangkul sebagian besar masyarakat DKI lewat kinerja yang bagus.
Soal antisipasi banjir dan pengerjaan proyek anti-banjir, misalnya, mungkin bagi kalangan pendukung Anies saat pilkada lalu, kinerja pemerintah DKI sudah lumayan. Tapi masalahnya, bagi masyarakat DKI yang kritis, apalagi yang selama ini tak mendukung Anies, jelas sekali apa yang dilakukan pemerintah DKI amat minim.
Perlu diingat juga, proyek infrastruktur anti-banjir harus dikerjakan secara bertahap. Kalau sungai, kanal, dan saluran tidak dilebarkan sejak sekarang, dampaknya akan dirasakan di masa mendatang. Ini baru soal banjir. Belum soal mengantisipasi penurunan tanah di Jakarta atau instrusi air laut.

Gaya politik dan kepemimpinan Anies yang kurang mengkomodasi seluruh kepentingan masyarakat Jakarta semestinya diubah, mumpung masih ada waktu. Anies harus sedapat mungkin menjadi Gubernur bagi seluruh warga Jakarta, dan bukan gubernur bagi pendukungnya saat pilkada lalu.

Gaya politik dan kepemimpinan Anies yang kurang mengkomodasi seluruh kepentingan masyarakat Jakarta semestinya diubah, mumpung masih ada waktu. Anies harus sedapat mungkin menjadi Gubernur bagi seluruh warga Jakarta, dan bukan gubernur bagi pendukungnya saat pilkada lalu.
3.Kinerja dulu, politik kemudian
Gubernur Anies seharusnya mengutamakan kinerja terlebih dahulu. Jangan memikirkan pilkada atau pilpres mendatang. Cara ini akan lebih menguntungkan. Apalagi masyarakat Jakarta cukup cerdas. Tunjukan saja apa yang sudah dilakukan oleh Gubernur Anies, dalam segala bidang. Dulu seperti apa, sekarang kemajuannya seperti apa. Before and after.
Gubernur Anies seharusnya mengutamakan kinerja terlebih dahulu. Jangan memikirkan pilkada atau pilpres mendatang. Cara ini akan lebih menguntungkan. Apalagi masyarakat Jakarta cukup cerdas. Tunjukan saja apa yang sudah dilakukan oleh Gubernur Anies, dalam segala bidang. Dulu seperti apa, sekarang kemajuannya seperti apa. Before and after.
Itulah yang dulu dilakukan Jokowi-Ahok. Jadi orang gak perlu berdebat, misalnya, soal jumlah genangan saat banjir. Karena hal itu sangat dipengaruhi oleh besarnya curah hujan. Tinggal dibeberkan saja, berapa kilometer sungai yang dilebarkan. Kalau soal penataan kota, berapa kilometer trotoar yang telah dirapikan. Berapa titik pedagang kaki lima yang sudah ditata dan seterusnya.
Bila pendekatannya politik, main narasi atau debat kusir, justru akan memancing polemik di masyarakat. Padahal, semakin banyak protes masyarakat, demo, gugatan, dan seterusnya akan semakin merugikan Gubernur Anies. Kontroversi akan menggerus modal politik untuk berlaga dalam pilkada atau pilres. Sebaliknya, prestasi nyata (bukan narasi dan wacana) akan menambah modal politik Anies.
Dengan kata lain, ya mending memikirkan kinerja ketimbang meladeni pertarungan politik yang terlalu dini.
Komentar
Posting Komentar